Kamis, 11 Februari 2016

Multitasking Membunuh Otak Kita

Banyak orang percaya diri untuk menjadi multitasker, sementara mereka tidak memahami kemampuan otaknya dengan baik. Pendiri WordStream, Larry Kim, menegaskan bahwa alih-alih mengembangkan, multitasking justru akan membunuh otak kita.

Otak kita tidak dibangun untuk multitasking. Otak kita dirancang untuk (mengerjakan) satu hal pada waktu tertentu; dan membombardirnya dengan beragam informasi secara bersamaan justru akan memperlambatnya,” tulis Kim dalam sebuah artikel di Medium.com berjudul “Multitasking is Killing Your Brain”.

Neurosiantis dari MIT, Earl Miller, mencatat bahwa otak kita “tidak dirancang untuk ber-multitasking dengan baik…”. Ketika orang mengaku ber-multitasking sejatinya ia hanya beralih dari satu tugas satu ke tugas yang lain dengan sangat cepat. Dan setiap ia melakukan ini, ada “biaya” kognitif yang harus ditebus.

Beralih dari satu kerjaan ke kerjaan yang lain dengan cara super-cepat mendorong kebiasaan buruk pada otak,” tutur Kim. Multitasking itu hanya akan membuat kita seolah-olah telah mencapai satu ton, padahal sebenarnya kita belum merampungkan apa-apa


Menurunkan kualitas dan efisiensi kerja 


 
Multitasking membuat otak sulit mengatur pikiran sekaligus menyaring informasi yang tidak relevan. Lebih dari itu, ia mengurangi kualitas dan efisiensi kerja (otak) kita.

Sebuah studi di University of London menunjukkan, subjek yang ber-multitasking saat melaukan tugas-tugas kognitif akan mengalami penurunan IQ yang signifikan. Bahkan, penurunan ini disebut sama berbahayanya dengan ketika orang-orang melewatkan tidur malam atau menghisap ganja.

Mulitasking juga disebut mudah memicu munculnya kartisol alias hormon stres. Jika ini dilakukan secara terus menerus, ujung-ujungnya akan menyebabkan kelelahan mental—bahkan ketika hari kerja baru saja dimulai.


Laki-laki multitasking lebih buruk
 

Sebuah studi menyebut, laki-laki multitasker bisa mengalami penurunan IQ hingga 15 poin—seperti anak berusia 8 tahun. Yang perlu dipehatikan juga adalah bahwa kemungkinan kerusakan kognitif terkait dengan multitasking bisa menjadi permanen.

Sebuah studi dari University of Sussex (UK), berdasarkan pemeriksaan MRI pada orang yang menghabiskan waktu dalam beberapa perangkat sekaligus (SMS-an sambil menonton TV, misalnya), menemukan, subjek yang terlalu sering ber-multitasking memiliki otak yang kurang padat di anterior cungulate cortex, daerah yang bertanggung jawab atas empati dan pengendalian emosi.

“Terlepas dari fakta bahwa penelitian ini tidak cukup memerinci apakah multitasking sebagai penyebab utama masalah ini, yang jelas, kebiasaan ini kurang baik bagi perkemangan otak kita,” Kim menegaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar