Sekian lama aku berdiam,
mencintamu di hatiku yang terdalam.
Kupikir, semua itu cukup, Sayang.
Cukup untuk membuat hidupmu tenang,
Karena aku cukup merasa senang,
melihatmu tersenyum lalu tertawa riang.
Kutahu kau bahagia,
kurasa kau tak butuh aku ada.
Lalu kulihat kau berduka,
terluka karena cinta yang salah.
Atau waktu yang tidak berpihak pada bahagiamu semata.
Entah.
Namun aku tahu,
itu menyesakkan hatimu,
Andaikan waktu berpihak pada cintaku,
entah nanti, entah berapa lama lagi.
Tahukah kau apa yang sangat ingin kukatakan, sayang?
Tahukah kau bagaimana rasanya mencinta seseorang selama ini?
Tahukah kau bagaimana rasanya mendoakan dia yang kau cinta,
Tanpa kenal waktu, tanpa tahu apakah dia tahu?
Tahukah kau bagaimana rasanya, saat dia yang kau cinta, hanya berjarak satumeter di depanmu?
Satu meter, sungguh hanya satu meter, namun kau hanyalah seorang teman biasa, teman biasa saja
Tahukah kau seperti apa rasanya, mencintai diam-diam?
Kau ingin bersuara, namun bahagianya adalah bahagiamu juga.
Kau ingin sedikit saja membuatnya tertawa,
namun waktu selalu lebih dulu membuat seseorang lebih dekat kepadanya
Kau ingin mengenal hatinya, namun hatimu sendiri berkata ‘ini bukan saatnya’
Aku ingin, sungguh ingin,
mencintamu dengan kepolosan seorang anak kecil,
Tak bisa diam, berkata apa adanya tanpa ada yang disembunyikan,
Aku ingin, lebih dari sekedar ingin,
kau mendengarkanku sebagai orang lain.
Sebagai seorang pecintamu,
pecintamu yang luar biasa mengagumimu
Karena kau sungguh tak pernah tahu,
bagaimana rasanya menjadi seorang aku.
Seorang yang mencintaimu secara diam-diam,
Dan itu mampu membuat cintanya begitu dalam
Tia Setiawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar