Sejak awal, keluarga gadis ini keberatan akan cinta sang pria. Mereka tidak setuju atas latar belakang keluarganya. Keluarga gadis seperti yakin bahwa gadis itu akan menderita selama hidupnya jika memutuskan hidup bersama pria itu.
Karena tekanan keluarganya, pasangan ini sering bertengkar. Meskipun gadis itu mencintai pria itu secara mendalam, ia selalu bertanya, “Seberapa dalam cintamu padaku?”
Sebagai seorang pria yang tidak suka dengan kata-kata itu, ia sering kali menyebabkan gadis itu menjadi sangat marah. Dengan ini dan tekanan keluarganya, gadis itu sering melampiaskan kemarahan pada dirinya.
Setelah beberapa tahun, pria itu akhirnya lulus dan memutuskan untuk melanjutkan studinya ke luar negeri. Sebelum berangkat, ia mengusulkan kepada gadis itu, “Saya tidak dapat berkata-kata dengan baik, tapi yang saya tahu adalah bahwa saya sangat mencintaimu. Jika engkau mengizinkan, saya akan mengurusmu selama sisa hidupku. Saya akan mencoba yang terbaik untuk berbicara dengan keluargamu. Maukah kau menikah denganku?”
Gadis itu setuju, dan dengan tekad pria itu, keluarga akhirnya menyerah dan setuju untuk membiarkan mereka menikah. Jadi, sebelum pria itu pergi, mereka bertunangan.
Gadis itu kemudian bekerja, sedangkan tunangannya melanjutkan studi ke luar negeri. Mereka tetap berkomunikasi dan berbagi cinta melalui surat elektronik dan telepon. Meskipun sulit, keduanya tidak pernah berpikir untuk menyerah.
Hingga suatu hari sang gadis mengalami kecelakaan hebat, dan ia kehilangan suaranya. Gadis itu tidak ingin orang lain tahu. Ia tidak ingin lagi menjadi beban pria itu, maka ia menulis surat kepadanya dan mengatakan bahwa ia tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Ia mengirimkan cincin pertunangannya. Ia tidak mau menerima panggilan telepon dari pria itu dan menjawab surel darinya.
Akhirnya keluarganya memutuskan untuk pindah tempat tinggal, berharap gadis itu bisa melupakan semua dan berbahagia kembali. Di lingkungan barunya, gadis itu belajar bahasa isyarat dan memulai hidup baru. Ia berusaha melupakan pria itu. Hingga suatu hari, temannya datang dan mengatakan bahwa pria itu sudah kembali pulang. Gadis itu meminta temannya untuk tidak memberitahukan kepada pria itu apa yang terjadi padanya.
Setahun berlalu, temannya kembali datang dengan sebuah amplop yang berisi kartu undangan pernikahan pria itu. Gadis itu merasa hatinya hancur. Ketika ia membuka amplop itu, ia melihat namanya tertulis di dalamnya.
Ketika ia hendak bertanya pada temannya apa yang terjadi, pria itu sudah berdiri di depannya. Ia menggunakan bahasa isyarat, yang mengatakan, “Saya telah menghabiskan waktu setahun belajar bahasa isyarat. Hanya agar engkau tahu bahwa saya tidak akan melupakan janjiku. Berikan aku kesempatan untuk menjadi suaramu. Aku cinta kamu.”
Lalu, ia menyelipkan cincin itu kembali ke jari gadis itu. Gadis itu akhirnya tersenyum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar