Minggu, 25 Mei 2014

A Taste of Cherry

Abbas Khiarostami pernah bikin heboh pemerintah Iran karena membuat film A Taste of Cherry.

Kisahnya tentang seorang Iran paruh baya yang berkeliling mencari orang yang bisa membantunya untuk bunuh diri. Yang ia minta sederhana saja. Ia akan menggali tanah kubur di tempat yang telah ia pilih, lalu malam hari ia akan berbaring di dalam kubur itu, setelah ia minum obat tidur dalam dosis mematikan. Ia hanya minta orang yang membantunya untuk datang di pagi hari dan menutup kuburan itu kalau ia memang telah mati.

Nyaris semua orang menolak. Ada satu guru agama dari Afganistan yang ia mintai bantuan malah memberinya ceramah tentang betapa bunuh diri adalah dosa tak terampunikan dalam Islam.



Sang tokoh bilang, saya tak butuh ceramah, saya butuh bantuan. Sang tokoh merasa bahwa ia tak menemukan makna hidup, bahwa hidup ini sia-sia belaka.  Betapa hidupnya sunyi, tak ada lagi yang memberinya alasan untuk tetap hidup. Tak ada agama atau omongan orang yang bisa memuaskannya.  Bukankah adalah haknya sepenuhnya untuk memilih berhenti hidup?

Akhirnya ada seorang tua yang bersedia menolong sang tokoh bunuh diri.  Orang tua itu sama sekali tak keberatan dengan pilihan sang tokoh.  Tapi orang tua itu bercerita tentang pengalaman hidupnya, suatu ketika, saat ia merasa ia lebih baik mati saja. Orang tua itu mencoba bunuh diri, tapi gagal.

Di pagi setelah kegagalannya bunuh diri, si orang tua merasakan dunia seakan baru pertama kali. Hangatnya mentari, indahnya semburit cahaya fajar, kicau bung, segalanya dalam dunia ini begitu indah.

"Apakah engkau lupa betapa enaknya rasa buah cherry?" Tanya si orang tua itu kepada sang tokoh. Seakan si tua ingin berkata bahwa, mengapakah engkau ingin meninggalkan rasa buah cherry, ingin meninggalkan semua keindahan ini?

Ya, mensyukuri buah cherry (mensyukuri segala aspek terkecil alam hidup ini) mestinya bisa jadi salah satu cara untuk mengobati luka hati. Alangkah ajaibnya hidup ini, alangkan indahnya!
Tapi manakah yang lebih patut disyukuri, rasa buah cherry itu, ataukah lidah yang membuat kita bisa mengecap rasa buah cherry itu?

Dikutip dari buku Life Goes On

Tidak ada komentar:

Posting Komentar